Jumat, 15 Mei 2015

Aspek Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan dan Para Pengambil Keputusan

AKUNTANSI KEPERILAKUAN
“Aspek Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan dan Para Pengambil Keputusan”




Kelompok : 6
Made Puspita Christanti       (1215351152)
Vazria Ulfa Liandini             (1215351191)
Yoana Dharmawan               (1215351196)
Luh Ariska Putri                   (1215351202)










Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2015


7.1    PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Ø Definisi
Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai proses memilih di antara berbagai alternatif tindakan yang berdampak pada masa depan. Proses pengambilan keputusan dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang berurutan, yaitu:
1.    Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau suatu peluang. Untuk mengenali dan mendefi-nisikan masalah atau peluang, para pengambil keputusan memerlukan informasi lingkungan, keua-ngan, dan operasi.
2.    Pencarian atas tindakan alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya. Dalam tahap ini, sebanyak mungkin alternatif yang praktis diidentifikasikan dan dievaluasi. Fitur-fitur yang dapat dikuantifika-sikan akan berupa estimasi keuangan atas biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif.
3.    Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan. Walaupun tahap ini tampaknya rasional, tetapi keputusan akhir sering kali didasarkan pada pertimbangan politik dan psikologis daripada fakta-fakta ekonomi.
4.    Penerapan dan tindak lanjut. Kesuksesan atau kegagalan dari keputusan akhir bergantung pada efisi-ensi dari penerapannya. Untuk menjamin efisiensi penerapannya, umpan balik secara periodik dan koreksi segera atas segala kesalahan yang terjadi mutlak diperlukan.

Ø Motif Kesadaran
Motif kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena merupakan sumber dari proses berfikir. Dua faktor penting dari motif kesadaran dalam konteks pengambilan keputusan, yaitu :
1.    Keinginan akan kestabilan atau kepastian. Keinginan akan kestabilan menegaskan adanya kemam-puan untuk memprediksikan.
2.    Keinginan akan kompleksitas dan keragaman. Motif kompleksitas menimbulkan keinginan akan suatu stimulus dan eksplorasi serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk mencari data baru dari ingatan atau lingkungan, kemudian menyeimbangkannya dan mengaturnya dengan motif. Dua faktor penting dari proses pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan prediksinya (pasti atau tidak pasti).

Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk membuat prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model keputusan:
1.    Model keputusan yang diprogram secara sederhana.
2.    Model keputusan yang tidak diprogram secara sederhana.
3.    Model keputusan yang diprogram secara kompleks.
4.    Model keputusan yang tidak diprogram diprogram secara kompleks.

Ø Jenis-Jenis dari Model Proses
1.    Model Ekonomi. Model tradisional mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan keputusan manusia
adalah rasional sempurna dan bahwa dalam suatu organisasi, terdapat konsistensi antara beragam motif dan tujuan.
2.    Model Sosial. Model ini mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional dan keputu-san yang dihasilkan terutama didasarkan pada interaksi sosial.
3.    Model Kepuasan Simon. Model ini didasarkan pada konsep Simon tentang manusia administrasi, di mana manusia dipandang sebagai rasional karena mereka mempunyai kemampuan untuk berpikir, mengolah informasi, membuat pilihan, dan belajar.

7.2    PENGAMBIL KEPUTUSAN ORGANISASI
Ø Perusahaan sebagai Unit Pengambilan Keputusan
Suatu perusahaan dapat dianggap sebagai unit pengambilan keputusan yang serupa dalam banyak hal dengan seorang individu. Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi mengembangkan “prosedur operasi standar” yang formal atau tidak formal untuk masalah-masalah yang berulang. Cyber dan March menggambarkan empat konsep dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis:
1.    Resolusi Semu dari Konflik. Teori keputusan klasik mengasumsikan bahwa konflik dapat diselesai-kan dengan menggunakan rasionalitas lokal.
2.    Penghindaran Ketidakpastian. Cyber dan March (1963) menemukan bahwa para pengambil keputu-san dalam organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian. Schiff dan Lewin (1974) menambahkan slack organisasi ke alat-alat yang digunakan untuk menghindari ketidakpastian.
3.    Pencarian Masalah. Menurut Cybert dan March pencarian masalah didefinisikan sebagai proses menemukan suatu solusi atas suatu masalah tertentu atau sebagai suatu cara untuk bereaksi terhadap suatu peluang.
4.    Pembelajaran organisasional. Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajaran seperti yang dialami oleh individu, organisasi memperlihatkan perilaku adaptif dari karyawannya.

Ø Manusia - Para Pengambil Keputusan Organisasional
Penting untuk diingat bahwa manusia, dan bukannya organisasi, yang mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang dan yang mencari tindakan alternatif. Manusialah yang  memilih kriteria pengam-bilan keputusan, memilih alternatif yang optimal, dan menerapkanya.

Ø Kekuatan dan Kelemahan Individu sebagai Pengambil Keputusan
Manusia merupakan makhluk yang rasional karena mereka memiliki kapasitas untuk berpikir, memilih, dan belajar. Tetapi rasionalitas manusia adalah sangat terbatas karena mereka hampir tidak pernah memperoleh informasi yang penuh dan hanya mampu memproses informasi yang tersedia secara berurutan.
Ø Peran Kelompok sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah
Kelompok dianggap sebagai faktor yang menyebabkan ide-ide diinvestigasi dengan lebih teliti dan meningkatnya kemungkinan bahwa keputusan tersebut akan dapat diterapkan dengan efektif. Kemam-puan kelompok untuk menganalisis masalah, mendefinisikan, dan menilai alternatif secara kritis, serta untuk mencapai keputusan yang valid bisa diperlemah oleh dua fenomena perilaku, yaitu: fenomena pemikiran kelompok, dan fenomena pergeseran yang berisiko (dampak diskusi kelompok).

Ø Kesatuan Kelompok
Kesatuan kelompok didefinisikan sebagai tingkat dimana anggota-anggota kelompok tertarik satu sama lain dan memiliki tujuan kelompok yang sama. Tingkat kesatuan kelompok dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan di masa lalu. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi kesatuan kelompok secara mengun-tungkan adalah riwayat dari kelompok itu.

Ø Pengambilan Keputusan dengan Konsensus vs Aturan Mayoritas
Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan oleh Holder (1972) sebagai “kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan.” Dalam kebanyakan situasi, konsensus hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang matang serta evaluasi yang kritis atas lebih atau kurangnya. Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan dengan penambilan keputusan dengan pengaturan mayoritas.

Ø Kontroversi yang Disebabkan oleh Hubungan Atasan - Bawahan
Ketika kelompok pengambilan keputusan terdiri atas atasan dan bawahan, kontroversi tidak bisa di-hindarkan. Atasan mempunyai akses terhadap informasi yang berbeda, sehingga memiliki pendapat yang berbeda pula dibandingkan dengan bawahannya. Kualitas dari pilihan keputusan akan sangat bergantung bagaimana atasan menangani kontroversi tersebut.

Ø Pengaruh Dasar Kekuasaan
Dalam situasi pengambilan keputusan, seseorang mampu memengaruhi hasil keputusan karena we-wenang atau kekuasaan yang diberikan oleh organisasi. Elemen kekuasaan yang paling sering disebutkan adalah kekuasaan posisi, kekuasaan keahlian, kekuasaan sumber daya, atau kekuasaan politik.

Ø Dampak dari Tekanan Waktu
Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih sering setuju guna mencapai konsensus kelompok; lebih kurang menuntut dan lebih bersifat mendamaikan dalam situasi tawar-menawar; lebih membatasi partisipasi dalam proses pengambilan keputusan hanya pada relatif sedikit anggota; dan lebih menyukai aturan mayoritas.

7.3    PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PENDATANG BARU VS OLEH PAKAR
Studi  atas sikap pengambilan keputusan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pendatang baru mengumpulkan data tanpa melakukan diskriminasi dan menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi. Sebaliknya, para pakar mengumpulkan data secara diskriminatif guna menindaklanjuti  observasi tertentu; mereka secara teratur  meringkas data tersebut dan memformulasikan hipotesis. Untuk menggambarkan perbedaan dalam penggunaan data; peneliti membagi tugas analisis keuangan tersebut ke dalam tiga komponen, yaitu:
1.    Pengujian Informasi. Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang disajikan dan menyeleksi untuk dipertimbangkan lebih lanjut, hanya informasi yang terlihat sangat relevan dengan tugas keputusan itu yang harus dilaksanakan. Para pakar lebih banyak mengandalkan aturan-aturan yang diperoleh berdasarkan pengalaman dibandingkan dengan para pendatang baru dan mereka juga menguji data dari lebih banyak tahun.
2.    Integrasi Pengamatan dan Temuan. Integrasi melibatkan pengelompokan atas pengamatan, baik berdasarkan hubungan sebab akibat atau berdasarkan komponen fungsional dari perusahaan. Ketika mengintegrasikan pengamatan dan temuan, para pendatang baru menghubungkan pengamatan dan temuan yang menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang tidak. Sebaliknya, para pakar menempatkan penekanan khusus  pada kontradiksi yang potensial dalam pengamatan dan temuan sebagai alat untuk  mendeteksi masalah yang mendasari.
3.    Pertimbangan. Pertimbangan yang digunakan di sepanjang proses pengambilan keputusan tampak lebih jelas dalam formulasi hipotesis, pengembangan petunjuk dalam formulasi keputusan akhir, dan dalam penyusunan ringkasan temuan.

7.4    PERAN KEPRIBADIAN DAN GAYA KOGNITIF DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Perbedaan psikologis individu dapat dibagi menjadi dua kategori: kepribadian dan gaya kognitif. Kepribadian mengacu pada sikap atau keyakinan individu, sementara gaya kognitif mengacu pada cara atau metode dengan mana seseorang menerima, menyimpan, memproses, serta meneruskan  informasi. Dalam suatu situasi pengambilan keputusan, kepribadian dan gaya kognitif  saling berinteraksi dan memengaruhi (menambah atau mengurangi) dampak dari informasi akuntansi.

7.5    PERAN INFORMASI AKUNTANSI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Secara definisi, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan masa depan, sedangkan informasi akuntansi memfokuskan pada peristiwa-peristiwa di masa lalu tidak dengan sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya kecuali jika hal itu dilakukan melalui proses pengambilan keputusan dengan mana kejadian masa depan beserta konsekuensinya ditentukan. Karena pengambilan keputusan dan informasi mengenai hasil kinerja akuntansi fokus pada periode waktu yang berbeda, maka keduanya hanya dihubungkan oleh fakta bahwa proses pengambilan keputusan menggunakan data akuntansi tertentu yang dimodifikasi selain informasi nonkeuangan.
Ø Data Akuntansi sebagai Stimuli dalam Pengenalan Masalah
Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan masalah melalui pelaporan deviasi kinerja aktual dari sasaran standar atau anggaran atau melalui  pemberian informasi kepada manajer bahwa mereka gagal untuk mencapai target output atau laba yang ditentukan sebelumnya.

Ø Dampak Data Akuntansi dalam Pilihan Keputusan
Informasi akuntansi memainkan  peran yang lebih penting dalam keputusan jangka pendek di-bandingkan dalam keputusan yang melibatkan konsekuensi jangka panjang, karena informasi akuntansi hanya mencerminkan biaya dan pendapatan yang berkaitan dengan operasi sekarang. Dan kelihatannya para pengambil keputusan lebih memilih informasi eksternal jika informasi tersebut langsung tersedia dan tidak begitu mahal dibandingkan dengan data akuntansi yang dikembangkan secara internal.

Ø Hipotesis Keperilakuan dari Dampak Data Akuntansi
Informasi akuntansi adalah salah satu input dalam model pengambilan keputusan. Input tersebut dapat bersifat keuangan, nonkeuangan, atau bahkan tidak dapat dikuantifikasi.
Bruns (1981) mengelompokkan pengambil keputusan ke dalam tiga kelompok:
1.    Para pembuat keputusan dalam perusahaan yang mengambil keputusan mengenai operasi dan sistem akuntansi digunakan untuk menyusun laporan (manajemen puncak).
2.    Para pengambil keputusan dalam perusahaan yang hanya dapat membuat keputusan mengenai operasi saja (manajer operasi).
3.    Mereka yang berada di luar perusahaan yang membuat keputusan mengenai perusahaan tersebut yang dapat memengaruhi lingkungan dan operasinya, tetapi yang tidak memiliki kendali langsung atas operasi perusahaan atau aktivitas apapun yang dilakukannya.

Para peneliti lain mempelajari pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana para pengambil keputu-san menyesuaikan terhadap perubahan dalam metode dan terminologi akuntansi. Mereka menemukan bahwa ada dua faktor yang menentukan tingkat penyesuaian, yaitu: umpan balik dan fiksasi fungsional.

Ø Umpan Balik
Untuk memahami perubahan dalam metode atau istilah akuntansi dan untuk menyesuaikan aturan pengambilan keputusan sesuai dengan itu, maka pengambil keputusan harus menerima informasi me-ngenai perubahan tersebut atau memiliki umpan balik tidak langsung mengenai perubahan tersebut. Jika seseorang mengabaikan dampak jangka pendek yang mungkin akibat selang waktu antara perubahan dan indikasinya, maka kecil kemungkinannya bahwa tidak terdapat umpan balik sama sekali.

Ø Fiksasi Fungsional
Sebagai suatu atribut dari pengambilan keputusan, fiksasi fungsional bervariasi tingkatnya dari situasi yang satu ke situasi yang lain namun tidak pernah tidak ada sama sekali.



DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar